Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Akhir Catatan Si Tomboy

Si Tomboy
Episode Sebelumnya: Catatan Si Tomboy

*****

Visi sedang keasyikan nyanyi chaiyya chaiyya sambil menari-nari India, ketika Ine dan Maya tiba-tiba nongol di rumahnya.

"Buset deh, Visi. Gue sama Maya udah tegang bombay gini lo masih sempet-sempetnya nari norak begitu?" protes Ine.

"Asyik lagi, Ne. Ini lagu kesayangan gue tahun ini. Emang kenapa kalian tegang?" tanya Visi dengan tampang tak mengerti.

"Duh Visi! Lo lupa sore ini kita punya jadwal tawuran sama Indri?" jawab Maya keki.

"Eh iya, ya. Tapi gimana nih, gue disuruh jagain rumah, secara nyokap gue pergi arisan?"

"Lo nggak boleh gitu. Kita tetap harus pergi bareng. Lagian paling cuma bentar. Nyokap gue juga pergi arisan, tapi sebelum nyokap kita pada pulang, urusan kita pasti udah beres. Ayo berangkat!" ucap Maya.

Dan trio tomboy ini itu segera meluncur ke arah lapangan Garuda. Di sana ternyata Indri telah menanti sejak beberapa menit yang lalu.

"Kirain kalian gak berani datang..." sapa Indri angkuh sambil menggeleng-geleng kepala. Lengannya dihentak-hentak dan kesepuluh jari tangannya di tekuk-tekuk, seperti sedang memperagakan gerakan pemanasan.

Dan Ine benar-benar panas melihat gaya Indri yang lebay itu.

"Berani banget lo datang sendiri? Nyawa lo ada suku cadangnya?!" Ine bertanya meremehkan.

"Siapa yang bilang saya sendirian?" jawab Indri. Ia kemudian bertepuk tangan tiga kali seperti memberi kode.

Mobil Indri yang terparkir tak jauh dari situ pelan-pelan terbuka keempat pintunya, dan dari dalamnya bermunculan wajah-wajah tak bersahabat.

"Tante-tante itulah bala tentaraku. Kebetulan di rumahku tadi lagi ada arisan, jadi sekalian aja kuajak mereka bersatu memerangi kelompok yang berusaha melawan kodrat sebagai cewek!"

Sesungguhnya Ine sangat ingin sekali menabok mulut Indri detik itu juga, tapi semangat bertarungnya serta merta melempem melihat banyaknya dukungan Indri. Plepess! Kayak kerupuk luruh ke comberan.

Apalagi Visi dan Maya, mereka langsung lunglai. Sebab di antara pasukan Indri yang diambil dari tim arisan itu terdapat Mama-Mama mereka!

"Mama tuh suruh kamu jaga rumah bukan tawuran!" hardik mamanya Visi.

"Mau jadi cewek nggak bener kamu, ya? Mama juga dapat laporan tadi di sekolah kamu buat keributan," omel mama Maya sambil menjewer kuping Maya.

"Ine yang ngajakin," bela Visi dan Maya.

Belasan pasang mata memandang ke arah Ine dengan sorot mencomooh yang kentara sekali. Dan Ine hanya mampu pasrah ketika para ibu arisan tersebut berkomentar miring tentang prilakunya yang tomboy!

*****

Hari minggu yang ditunggu-tunggu disambut Ine dengan hati rada memble. Kata-kata menyakitkan dari ibu-ibu arisan tempo hari masih terngiang-ngiang fals di telinganya.

"Kamu nggak pernah di ajari sopan santun ya sama orang tuamu?"

"Cewek kok kelakuanya kayak preman pasar! Gara-gara gaul sama kamu nih, Maya jadi bandel sekarang! Dan bla bla! bla....

Pokoknya menyakitkan sekali untuk dikenang. Ingin rasanya kemarin Ine meledakan bom bunuh diri di tengah ibu-ibu bawel itu.

"Apakah seandainya Mama masih ada, mama juga akan berpikir seperti mereka?" tiba-tiba Ine merasa sedih sendiri.

Sejak ibunya tiada 10 tahun lalu, ditambah sang ayah terlalu sibuk di kantor, bakat tomboy Ine tumbuh optimal. Tapi plis deh, ia tak sekejam yang dituduhkan ibu-ibu itu. Naluri keibuannya sering tersentuh melihat anak-anak di bawah umur terpaksa bekerja di jalanan. Pernah ikut termehek saat tak sengaja nonton pilem ratapan anak tiri. Sebagai cewek Ine juga pintar masak kok meski cuma masak air putih doang.

Bahwa sikapnya yang menjurus kecowok-cowokan itu rahasia Tuhan. Dia cuma pengen nunjukin kalau cewek nggak boleh dibodoh-bodohi cowok, seperti yang banyak terjadi sekarang ini. Dan ia tersinggung saat Indri merendahkan prinsipnya, makanya ia sampai rela berkorban sampai tetes darah penghabisan demi itu.

Sayangnya, ibu-ibu itu nggak mau mengerti perjuangannya. Bahkan Visi dan Maya, duo yang sepikiran dengannya kini telah dipingit dan tidak boleh gaul bareng dia lagi.

"Arrgh! Nyebelin banget sih!" gerutu Ine sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Untung saja, tak lama kemudian Re dengan senyum manisnya datang menjemput, hati Ine yang tadinya rusuh tak menentu jadi damai kayak negara Irak, hehe.

*****

"Jangan kaget ya ketemu nyokapku nanti?” kata Re seraya memarkir motornya.

"Hah?! Emang kenapa, Re?" tanya Ine sedikit syok dan perasaannya langsung cemas.

Re hanya tersenyum simpul, membuat Ine semakin cemas. Bagaimana kalau mamanya Re tergolong wanita anti tomboy? Seperti pasukan arisan tempo hari. Jangan-jangan ia juga akan memberi nasehat-nasehat basi, atau malah dibully! Diusir! Dilarang berdekatan dengan anaknya.

Mana ada ibu yang mau punya menantu yang gerak-geriknya menyerupai pejantan tangguh keik gue ini? Kenapa pikiran ini baru nongol sekarang? Ketika sudah sampai di halaman rumah Re. Maju terus was-was. Mundur mana mungkin. Waaa.... Bagai mendapat simalakama runtuh.

"Ayo, Ne. Mama di belakang tuh," ajak Re sambil membuka pintu yang di mata Ine seolah pintu neraka jahanam.

Dengan langkah-langkah berat dan bimbang, akhirnya Ine menuruti ajakan Re.

"Heh! Elu udah pulang? Bentar ya, tanggung!"
Ine dan Re mendongak ke atas, mencari sumber suara. Dan astaganagaswara! Di atas atap rumah, seorang ibu terlihat sedang mengutak-atik genteng. Beberapa menit kemudian turun dengan cara yang terlihat sudah berpengalaman banget.

Ine memandang takjub. Re mengangkat bahu sambil menoleh ke arah Ine. "Begitulah nyokap gue."

Mama Re yang telah sampai di dekat mereka mengibas-ngibaskan tangan dibajunya, kemudian menyalami Ine. "Maaf tangan ibu agak kotor. Anak bujang ibu ini nggak bisa di andelin, jadi terpaksa ibu turun tangan sendiri."

"Oh..... Nggak apa-apa, Tante. Sama sekali nggak apa-apa," Ine menjawab antusias.

"Ibu bukan nggak punya duit buat bayar orang membetulkan genteng itu, tapi kalau ibu sendiri bisa kenapa harus nyuruh orang. Sekalian olah raga," cerita mama Re sambil mempersiapkan kursi untuk Ine.

"Kalau cuma manjat genteng itu mah kecil buat Ibu. Manjat gunung, manjat tebing dan manjat pohon kelapa ibu juga bisa. Malah waktu gadis dulu ibu jadi atlit PON cabang panjat tebing. Pokoknya menurut ibu, kaum wanita nggak boleh kalah dengan kaum pria!" sambungnya semangat melihat rona antusias di wajah Ine.

"Dari dulu hingga sekarang, ibu paling enggak banget nongkrong ngegosip hal-hal gak penting. Kalau berantem ngelabrak playboy keparat ibu paling semangat! Haha...

"Bener Tante! Setuju banget!" seru Ine tak tertahankan, hatinya terpekik bahagia menemukan sosok ibu yang seideologi dengannya.

Walhasil, antara nyokap Re dan Ine terlibat obrolan seru saling tukar pengalaman dunia tomboy. Sedangkan Re, merana sendiri dicuekin!

SEKIAN!

2 komentar untuk "Akhir Catatan Si Tomboy"

  1. aku udah mbaca.a serius bgtt..
    trnyta udh prnh mbaca bang zukii.. haha
    udah liat dari kmren2
    lupa .
    maklum faktor U
    pdhal bru 19th

    BalasHapus
  2. hahahaa terngiang2 fals.. bhasane koplak.. hahahaa ijin tak ser yo mas

    BalasHapus