Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Syahdunya Pagi Pertama

Halo halo. Kembali lagi saya memposting sebuah fiksi kecil-kecilan sebagai bahan bacaan untuk pengunjung setia blog bagus ini, hehe. Selamat menikmati. Dan jangan lupa bagikan ke teman-teman sosial media teman-teman semua. Gratis!

Pagi Pertama

Alarm ponsel berdering nyaring, cukup lama sehingga memaksa tidurku terjaga. Mataku perlahan-lahan terbuka, berat rasanya. Tapi hanya sebentar, karena kemudian mataku langsung segar saat melihat wajah tenang wanita di sebelahku. Dia masih nyenyak dan tak terganggu sedikitpun dengan bunyi alarm tadi.

Tadi malam adalah malam pertama, dan pagi ini adalah pagi pertama aku dan dia resmi hidup berumah tangga. Aku tersenyum berdebar menikmati wajahnya yang pulas. Dia terlihat lelah, resepsi pernikahan yang meskipun digelar sederhana, tapi cukup menguras energi. Ditambah tadi malam kami tidur sudah sangat lewat dini hari. Sebenarnya aku tidak tega untuk membangunkannya.


"Sayang..." aku berbisik dekat telinganya, lebih tepatnya di sebelah pipinya. Kuusap pipi itu lembut dan hati-hati. "Bangun, Sayang. Sebentar lagi waktunya Shubuhan. Aku butuh kamu jadi makmumku, biar sholat kita berpahala 27 derajat.."

Dia menggeliat manja, membuka mata, sesaat dia tampak terkesiap melihatku seperti melihat orang asing.

Pasti kaget dan aneh, malam-malam sebelumnya tidur sendiri, sekarang begitu bangun tau-tau ada yang menemani.

"Mas udah dari tadi bangunnya?" katanya sedikit malu-malu, ketika sudah menyadari posisinya.

"Belum juga, paling baru lima menitan.."

"Tau ga sih Mas, aku merasa semua ini masih seperti mimpi.." katanya sumringah tak terlukiskan, sambil merubah arah baringnya kepadaku, sehingga aku dan dia berhadap-hadapan.

Aku merapikankan poninya yang acak-acakan. "Istriku baru bangun saja sudah cantik gini, gimana nanti kalau sudah mandi ya?"

"Masih pagi, Mas!" dia mencubit pinggangku. "Udah gombal aja.."

Aku nyengir. "Percaya tisak Sayang, kalau setiap manusia itu diciptakan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan?"

"Emm... Masa sih Mas?"

"Iya. Misalnya kamu, diciptakan untuk selalu kupuja dan untuk setiap hari kupuji..

Dia tersipu. "Ohyeah? Trus Masnya?"

"Oh... Kalau aku tercipta untuk mencintaimu. Dan bisa kan mengizinkan aku untuk terus begitu?"

"Prett dah!" dia mengambil bantal dan dipukulkan pelan ke aku.

Aku terlentang, dengan tangan menutupi muka melindungi dari pukulannya.

"Emang kalau tidak ngegombal sejam aja badannya gatel-gatel gitu ya Mas? Dasar ih!" aku dipukul pake bantal lagi.

"Hehe.. Terserah kamu mau menyebut itu gombal. Tapi sebenarnya aku hanya berusaha merangkai kata, kata yang pas biar kamu senang mendengarnya...

"Oh yeah?"

"Ohyeah oyeah melulu! Sini deh Sayang.." aku menepuk-nepuk dada, mempersilahkan dia berbaring di sana.

Aku membelai-belai rambutnya. Sebentar-sebentar saling memandang. Tak cuma itu, kami merayakan pagi dengan pelukan, dengan kecupan.

"Kita akan selamanya begini kan Mas? Bukan hanya saat ini ketika kita masih pengantin baru?" bisiknya bertanya.

"Tentu, kita akan sama-sama saling menjaga dan saling mempertahankan.." jawabku singkat. "Eh udah yuk mandi, bentar lagi adzan shubuh..

"Mandiin..." dia menjawab manja.

Aku bangkit. Mengambil dua handuk. Satu aku pakai sendiri, satunya lagi kukalungkan di lehernya.

"Iya deh aku mandiin, trus ntar sekalian aku sholatin ya? Hehe.." cibirku sambil lari ke kamar mandi, berharap dia akan segera mengejar.

Tapi ternyata dia hanya berjalan pelan, malah kemudian cuma berdiri mematung.

"Kenapa, Sayang?"

"Entahlah Mas, tiba-tiba aku merasa kuatir, membayangkan semakin banyaknya rumah tangga gagal di sekitar kita?"

Aku menghela nafas, lalu mendekatinya. Kudorong pelan hingga bersandar di dinding. Kutatap matanya dalam-dalam, dia tertunduk diam. Dan sebuah kecupan ringan kuhadiahkan di keningnya.

"Kamu hanya melihat mereka yang gagal, Sayang. Kamu tidak melihat mereka yang berhasil, jumlah mereka lebih banyak.."

Dia termenung.

"Lihat saja Ayah Ibuku, mereka sudah 30 tahun bersama mengarungi rumah tangga yang bahagia. Dan mereka akan terus bersama, menyaksikan kita membesarkan cucu-cucu mereka...

"Mas janji akan seperti mereka?"

"Apakah masih kurang sakral janjiku kemarin di depan penghulu? Aku sudah divonis menjagamu Sayang, dari hati hingga mati...."

Dia nyengir tidak penting. "Eheheh..

"Ah kamu..." rambutnya kuacak-acak, dan dengan gemas kuangkat tubuhnya kemudian kulempar ke kasur.

Cerita Lainnya: (Senja Pantai Kasih)

6 komentar untuk "Syahdunya Pagi Pertama"

  1. ini novel yaa mas?
    bacanya aja ampe senyum senyum sendiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa nggak ngajak-ngajak. Biar bisa senyum-senyum berdua.. :))

      Hapus
  2. duh...... jodohku ntr romantis gitu ga yah :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak tahu. Jodoh kan di tangan Tuhan, May. :)

      Hapus