Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cerbung Kino dan Kiny Part 1

Mengawali Juni dengan sebuah cerita bersambung ringan. Sebenarnya ini niatnya cuma cerpen biasa, tapi karena kemampuanku menulis cerita pendek nan padat dan berisi tidak memadai, jadinya malah melebar ke mana-mana sehingga rasanya sudah nggak sopan disebut cerpen. Akhirnya aku bagi menjadi tiga atau empat episode. Dalam cerbung ini masih mendompleng tokoh Zuck dan Linn. Tapi kali ini mereka hanya sebagai figuran.

Bagi teman-teman yang hobby membaca, silahkan dinikmati dan akan sangat menyenangkan jika ada yang mau memberi apresiasi di komentar berupa saran kritik ataupun terserah. Maaf jika tidak sekeren penulis-penulis idola kalian. Tapi di sini semua bisa membacanya gratis. Sementara untuk penulis idola, mungkin harus membeli bukunya dulu, plus bisa selfi-selfi berdua bareng bukunya trus dimentions ke penulisnya, dengan harapan diretweet. Bukunya entah benar-benar dibaca entah tidak Wuallahu'alam. #tsah



SMA Bhineka

Pagi itu cuacanya bagus. Langitnya cerah dan berwarna biru. Anginnya yang sepoi-sepoi mengibarkan bendera Indonesia yang ada di halaman sekolah. SMA Bhineka, begitu yang tertulis di tembok pagar sekolah. Sekolahnya terlihat sudah cukup maju. Bangunannya sudah dibeton. Atapnya tidak ada yang bocor. Muridnya banyak dan semuanya sudah memakai sepatu.

Jam pelajaran baru akan dimulai sekitar setengah jam lagi. Siswa-siswi masih terus berdatangan melalui gerbang sekolah yang telah disediakan. Sementara yang sudah tiba, sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri ataupun berkumpul dengan teman-teman akrabnya. Seperti Kiny dan Linn, sambil menunggu bel tanda masuk berbunyi, mereka santai di parkiran yang letaknya persis di belakang mess. Kiny duduk di atas motornya. Sementara Linn duduk di atas motor orang sambil memandang Kiny.

"Cantik banget sih kamu hari ini, Kiny," puji Linn.

"Ah masih cantikan kamu kok, Linn," balas Kiny.

"Ah masa sih? Beneran? Makasih ya, Kiny," kata Linn sambil mulai ngaca di spion.

"Jiah..."

Tapi Linn langsung cemberut melihat wajahnya di spion. "Ah spionnya murahan nih, masa wajahku jadi keliatan jerawatan," gerutu Linn sambil memukul pelan spion. "Kalau di rumahku pakai kaca 360, jadi kelihatan bersih."

Kiny tertawa. Dan Linn kembali menatap Kiny yang sedang tertawa. "Ternyata memang lebih cantikan kamu, Kiny. Wajah kamu putih, mulus, bersih nggak ada jenggotnya...

"Hahaha... Udah ah. Jangan gombalin aku terus."

"Beneran. Andai aku lesbi, pasti udah naksir kamu..."

"Hahaha najis!"


Bukan hanya Linn, dari dalam mess, sedari tadi ada sosok lain yang diam-diam mengintip dan mengagumi kecantikan Kiny. Dia adalah Kino. Cowok kelas 3 IPS yang terkenal pendiam itu.

Nama lengkapnya Sakino, tapi biasa dipanggil Kino. Ia merupakan anak desa yang nekad bersekolah di kota. Orangnya pendiam dan banyak yang bilang dia cowok alim. Tapi di balik itu ia jago tempur! Punya pukulan dan tendangan berbahaya yang ia pelajari dari padepokan silat di kampungnya.

Waktu kelas dua dulu, ia pernah dengan gagah berani meringkus pengedar ganja yang sering beroperasi di sekolahnya. Atas jasanya itulah, oleh Kepala sekolah Kino dinobatkan menjadi pembantu keamanan sekolah. Ia dibolehkan tinggal di mess dan mendapatkan sedikit gaji dari pekerjaannya tersebut. Dan walaupun kurang berprestasi dari sisi akademis, tapi Kino sudah beberapa kali mengharumkan nama sekolah dengan menjuarai turnamen-turnamen silat antar pelajar.

Potongan body Kino cukup stereg. Perutnya rata, dadanya bidang, serta memiliki otot bisep dan trisep yang menyembul padat. Orang mengira pasti Kino taat mengabdi pada mesin-mesin fitness. Padahal otot-otot itu terbentuk secara alami akibat sedari kecil Kino sudah terbiasa nimba air, nyangkul di sawah, ngangkat gabah, nyari kayu bakar dan berbagai pekerjaan banting tulang lainnya.

Dengan penampakan seperti itu sebenarnya ada beberapa cewek jatuh hati pada Kino. Tapi karena kurang merespon, akhirnya hingga hari ini Kino masih saja jomblo. Kino juga jarang kongkow-kongkow bersama remaja-remaja sebayanya, seringnya malah mangkal di terminal bus AKAP. Entah apa yang dikerjakannya di sana. Karena sikapnya yang jarang gaul dan tidak mau pacaran itulah kenapa ia diklaim alim.

Kino bukan tidak mau pacaran. Sebenarnya ia sudah lama naksir Kiny, cewek seangkatannya tapi berada di lain kelas. Tapi jangankan mengungkapkan, sekedar menyapa Kiny saja Kino jarang punya keberanian. Ia cuma bisa mengagumi Kiny dari kejauhan ataupun dari tempat tersembunyi. Seperti pagi ini.

Namanya Kinyandri Agnesia. Panggilannya Kiny. Sesuai namanya dia emang sosok gadis idaman masa kini: cantik, ramah, berotaknya encer, dan satu hal lagi yang semakin mengokohkannya sebagai gadis idaman adalah orang tuanya yang tajir. Ayah Kiny memiliki perusahaan perkebunan talas di Sumatera. Sementara sang Ibu seorang leader puncak sebuah multi level marketing bertaraf internasional. Dan sangat beruntung Kiny terlahir sebagai anak semata wayang, pewaris tunggal tahta kekayaan orang tuanya. Tidak heran kalau banyak cowok yang berharap bisa jadi pacar Kiny. Tapi Kiny memilih menjadi seorang jomblowati dan serius belajar demi cita-citanya menjadi seorang pendidik.

"Apa? Jadi guru? Aneh deh kamu, Kiny. Kecerdasan kamu tuh kan saingan sama Einstein, kok cuma mau jadi guru sih?" protes Linn.

Kiny tidak menjawab. Hanya senyum-senyum.

"Aku aja yang rada-rada oneng gini berencana daftar di jurusan farmasi. Sekarang kan baru obat tolak angin yang udah ditemukan, nah aku mau ngadain penelitian buat nemuin obat tolak miskin. Biar kemiskinan di negara ini cepet teratasi," kata Linn lagi. Dari kalimatnya saja sudah jelas tergambar kalau dia memang oneng kloneng!

"Kamu sendiri tuh yang aneh," kata Kiny sambil tertawa tanpa suara.

"Kok?"

"Mangkanya, Linn, sekali-kali kamu coba baca buku sejarah, jangan buku primbon mulu! Kamu gak tahu kan, Bung Karno, presiden pertama negara kita itu mengawali karier sebagai guru. Gitu juga negarawan-negarawan besar lain kayak Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Ahkmad Dahlan dan masih banyak lagi. Jadi guru menurutku merupakan bentuk pengabdian, bukan mencari materi. Kalau semua anak-anak pinter gak ada yang bercita-cita jadi guru, gimana nasib bangsa kita ke depan? Padahal guru adalah pencetak kader bangsa!" Kiny menjelaskan panjang lebar.

Linn cuma mengangguk-angguk mencoba mengerti. Dari beberapa nama yang disebut Kiny barusan, hanya Bung Karno dan Bung Hatta saja yang ia tahu. Pengetahuan itu ia peroleh dari uang seratus ribu jatah jajannya tiap minggu.

"Tapi yang pasti, setamat SMA nanti aku mau merit dulu," lanjut Kiny tenang.

"Hah? Apaa...?!" Linn spontan melotot, ia tidak suka kaget dua kali sehari. Pertama saat mendengar Kiny cuma pengen jadi guru. Kedua, tiada angin tiada hujan tiada tornado tiba-tiba Kiny mau kawin!

"Umur aku udah lebih 19, ibu bapak pengen aku cepetan nikah. Sebagai anak yang baik ya aku setuju saja. Lagian kalau nggak cepet-cepet ntar keburu kiamat lagi, sayang kan? Hihihi..." Kiny tertawa menggoda.

"Kiny?! Kamu... Kamu nggak serius kan?!"

"Suerr! Siap disamber geledek kalau aku cuma becanda," Kiny meyakinkan.

Memang ortu Kiny menyarankannya menikah sehabis SMA ini, walau tidak dengan memaksa seperti pada masa jayanya Siti Nurbaya. Mereka hanya memimpikan di hari tua bisa ceria bersama cucu. Kedua orang tua Kiny sudah lanjut usianya. Semasa muda hanya karir yang mereka kejar hingga terlambat menikah.

"Trus, trus siapa cowok yang beruntung itu?" tanya Linn penasaran.

"Belum ada sih. Makanya aku curhat gini siapa tau kamu bisa bantu."

"Dengan senang hati aku pasti bantu. Kamu maunya yang seperti apa? Anak band? Eksekutif muda? Aktivis partai? Blogger ganteng? Pe...

"Cut! Cut! Duh, Linn, aku dan keluargaku gak butuh semua itu. Kami mendambakan pria alim dan mau melindungiku sampai nenek- nenek. Aku percaya, kalau laki-laki udah alim dari sononya, pasti sifat-sifat baik lainnnya akan mengikuti."

"Cuma itu? Gampang Sekali! Kong Haji tetangga aku yang udah menduda sekian taon itu pasti bersedia banget sama kamu. Dijamin alim, orang Imam masjid kok dia-nya," usul Linn tanpa perasaan.

"Kamu embat aja sendiri!" damprat Kiny sebel.

"Haha...."

Dan beberapa hari kemudian, gossip tentang Kiny lagi nyari jodoh sudah menyebar hingga ke sudut-sudut terpencil sekolah.

Selanjutnya: Kino dan Kiny Part 2

8 komentar untuk "Cerbung Kino dan Kiny Part 1"

  1. gregettttt....
    setelah lama gk nongol d Fb kini jd Blogger...
    xixixixiix

    d tunggu langjutanya kaka :p

    BalasHapus
  2. Seru ni !
    Lanjutin bang juki, Penasaran ni !

    BalasHapus
  3. openingnya mantap ... (: lanjut lagi ahh ke bagian dua!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan lupa ke bab lainnya juga Gan, haha...

      Hapus
  4. Gab boleh copas buat isi blog ga..

    BalasHapus